Kamis, 11 Juni 2009

What’s the number ?

     Maksud judul diatas kira-kira adalah “apalah artinya sebuah angka ?” Ya, tentu anda masih ingat kata-kata Shakespeare yang jika diterjemahkan adalah apalah artinya sebuah nama. Yah, inilah cerita tentang angka-angka di Ujian Nasional.

      Kita tentu tahu bahwa untuk bisa lulus mereka harus mencapai nilai rata-rata 5,50 dan tentu saja tidak ada mata pelajaran yang nilainya kurang dari 4,00 (tentu ada kriteria yang lebih khusus tentang nilai dari mata pelajaran yang menentukan kelulusan UN tetapi tidak perlu disampaikan di sini karena hampir semua siswa dan pendidik sudah mengetahuinya). Jika nilai rata-rata kurang dari 5,50 alamat siswa tersebut dinyatakan tidak lulus, mengulang lagi tahun depan atau merelakan diri “mencari” ijazah setingkat SMA lewat Paket C.

       Begitu berartinya angka 5,50 sehingga sangat menentukan masa depan seorang siswa. Kelulusan siswa ibaratnya hanya ditentukan angka. Bayangkan, siswa yang sudah dinyatakan diterima di perguruan tinggi favorit lewat jalur Ujian Masuk (atau sejenisnya) pun bisa ditolak lagi manakala siswa tersebut gagal mencapai angka yang sudah ditentukan pemerintah tersebut.

       Tidak hanya itu, kegagalan mencapai angka kelulusan tersebut juga berdampak secara psikologis maupun ekonomi. Dampak psikologi bagi siswa selain malu, minder, menjadi bahan pembicaraan keluarga, teman, sekolah maupun di lingkungan tetangga bahkan yang lebih fatal lagi kita masih ingat, tahun 2008, beberapa siswa sampai nekat melakukan bunuh diri karena tidak lulus Ujian Nasional.

      Adapun dampak secara ekonomi, adalah kerugian materi (biaya). Berapa banyak uang yang sudah dikeluarkan orang tua untuk menyekolahkan anaknya di SMA, baik itu biaya sekolah, biaya transportasi, biaya buku, uang jajan dan lain-lain yang bagaikan hilang begitu saja karena si anak gagal mencapai angka yang menentukan tersebut.

      Masih banyak dampak lain selain yang disebutkan di atas, seperti prestise sekolah, nama baik kepala sekolah, nama baik kepala dinas, bahkan bupati bisa jadi jatuh karena kegagalan para siswa mencapai “angka keramat” itu.

      Oleh karena begitu besar dampak yang ditimbulkannya, maka tidaklah mengherankan (meskipun bukan berarti pembenaran) bila banyak siswa berlaku curang saat Ujian Nasional, baik itu menyontek pekerjaan teman, membeli jawaban ataupun bocoran soal UN, maupun berusaha menyuap gurunya agar mau membantu memberikan jawaban saat ujian.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda